Salat Wajib
A. Ketentuan Salat Wajib
- Arti Salat
Salat menurut Bahasa adalah Doa. Sedangkan menurut istilah adalah ibadah kepada Allah SWT. yang terdiri dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam serta memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan. Kedudukan salat lebih tinggi dari Ibadah lainnya. Tujuan salat adalah mendapat rida dari Allah SWT. agar seseorang terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Salat juga termasuk rukun Islam kedua setelah syahadat karena salat merupakan tiang agama dan ibadah pertama yang diwajibkan oleh Allah SWT.
- Syarat Wajib Salat
Syarat wajib salat adalah hal-hal yang menjadikan seseorang diwajibkan untuk salat.
Syarat wajib salat antara lain :
- Islam
- Baligh
- Berakal
- Suci dari haid dan nifas (bagi wanita)
- Dalam keadaan sadar (tidak tidur atau mabuk)
- Syarat Sah Salat
Syarat sah salat adalah hal-hal yang harus dipenuhi sebelum melakukan salat.
Syarat sah salat antara lain :
- Suci dari hadas besar dan hadas kecil
- Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
- Menurup aurat
- Mengetahui masuknya waktu salat
- Menghadap kiblat
- Rukun Salat
Rukun salat adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dalam mengerjakan salat. Apabila tidak dilaksanakan, maka salat seseorang menjadi batal atau tidak sah.
Rukun salat antara lain :
a. Niat dengan ikhlas
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Takbiratul ihram
d. Membaca surah Al-Fatihah
e. Rukuk dengan tumakninah
f. Iktidal dengan tumakninah
g. Sujud dua kali dengan tumakninah
h. Duduk di antara dua sujud dengan tumakninah
i. Duduk tasyahud akhir
j. Membaca tasyahud akhir
k. Membaca salawat Nabi Muhammad SAW
l. Membaca salam pertama
m. Tertib
- Sunah Salat
Sunah salat adalah sesuatu yang lebih utama dilakukan, tetapi jika tidak dilakukan tidak menyebabkan salatnya batal.
Sunah salat antara lain :
a. Takbiratul ihram dengan mangangkat kedua tangan setinggi telinga dan telapak tangan setinggi bahu serta kedua tangan dihadapkan ke kiblat
b. Mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk, bangkit dari rukuk, dan berdiri dari tasyahud awal
c. Meletakkan telapak tangan kanan di atas pergelangan tangan kiri dan keduanya diletakkan di bawah dada
d. Ketika salat melihat ke arah tempat sujud
e. Membaca doa iftitah sesudah takbiratul ihram
f. Membaca taawuz ketika akan membaca surah Al-Fatihah
g. Diam sebentar sesudah dan sebelum membaca surah Al-Fatihah
h. Membaca amin setelah membaca surah Al-Fatihah
i. Membaca surah atau ayat-ayat lain dari Al-Quran
j. Menyaringkan bacaan surah Al-Fatihah dan Al-Quran pada salat Maghrib, Isya, dan Subuh di rakaar pertama dan kedua, begitu juga pada salat Jumat dan hari raya.
k. Membaca takbir setiap pindah dari satu gerakan ke gerakan yang lain
l. Membaca tasbih ketika rukuk dan sujud
m. Membaca Sami Allahu liman hamidal ketika bangun dari rukuk untuk iktidal
n. Membaca Rabbana lakal hamdu ketika iktidal
o. Meletakkan kedua telapak tangan di atas lutut ketika bangun dari rukuk untuk iktidal
p. Membaca doa ketika duduk di antara dua sujud
q. Duduk iftirasy
r. Duduk tawaruk pada tasyahud akhir
s. Duduk tumakninah sesudah sujud kedua sebelum berdiri
t. Membaca salam yang kedua
- Hal-Hal Yang Membatalkan Salat
Adapun hal-hal yang membatalkan salat antara lain :
a. Dengan sengaja meninggalkan salah satu rukun salat dan syarat sah salat atau tidak melakukannya dengan urut
b. Sengaja berbicara pada waktu salat
c. Bergerak lebih dari 3 gerakan selain gerakan salat
d. Keluar hadas kecil atau besar
e. Terkena najis
f. Aurat terbuka
g. Berubah niat
h. Membelakangi kiblat
i. Makan dan minum dengan sengaja ketika salat
j. Tertawa terbaahak-bahak pada waktu salat
B. Doa dan Zikir setelah Salat
- Pengertian Zikir
Zikir dapat diartikan ingat atau mengingat. Zikir di sini maksudnya adalah mengingat Allah SWT. yang dilakukan dengan hati dan lisan berupa bacaan kalimat-kalimat tayyibah seperti tasbih, tahmid, takbir dan sifat-sifat kesempurnaan yang dimiliki Allah SWT. Dan dilakukan sesudah salat wajib lima waktu.
Bacaan zikir antara lain :
a. Istighfar
b. Tahlil
c. Doa
d. Tasbih (3 kali)
e. Tahmid (3 kali)
f. Takbir (3 kali)
Dzikir Setelah Shalat
Termasuk sunnah apabila seorang muslim setiap selesai shalat fardhu membaca:
( Saya memohon ampun kepada Allah )
اَللَّــهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا اْلجَلالِ وَاْلإكْرَام
(Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dari-Mu kesejahteraan, Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan ).
لاَ إِلَهَ إِلا الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِالله.لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ. لَهُ النِّعْمَةُ وَ لَهُ اْلفَضْلُ وَ لَهُ الثَّنَاءُ اْلحَسَنُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ مُخْلِصِـيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ اْلكَافِرُوْنَ. اَللَّــهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا اْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya seluruh kerajaan dan milik-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah. Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, milik-Nya segala nikmat, milik-Nya segala keutamaan dan milik-Nya segala sanjungan yang baik. Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dengan mengikhlaskan agama (ketundukan) untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci. Ya Allah tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi dan tidak bermanfaat bagi orang yang memiliki kekayaan (dari siksaan-Mu) akan kekayaannya" .
Dibaca pula setelah shalat Subuh dan shalat Maghrib do'a seperti diatas dan ditambah pula dengan do'a ini:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَ لَهُ اْلحَمْدُ يُـحْيِي وَيُـمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. ×10.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nyalah segala pujian, Dialah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Kemudian setelah itu membaca:
"سُبْحَانَ الله" 33x dan "اَلْـحَمْدُ ِلله" 33x dan" ُأَكْـَبرُ الله 33x, Kemudian disempurnakan yang keseratus dengan membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
(Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) .
Kemudian membaca ayat Kursi:
(Allah, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) kecuali Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa seizin-Nya? Allah Mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar ).
Kemudian membaca:
dan dan
Dan ketiga surat di atas khusus dibaca sesudah shalat Subuh dan shalat Maghrib serta di ulang-ulang tiga kali.
Inilah yang terbaik … semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
- Pengertian Doa
Berdoa adalah memohon kepada Allah SWT. agar diberi ampunan, keselmatan dan perlindungan-Nya. Seperti mengadakan percakapan atau berkomunikasi dengan Allah SWT. untuk memohon sesuatu yang diinginkan.
- Setelah salam membaca istigfar sebanyak tiga kali kemudian mengucapkan,
اللَّهُمَ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan. Mahaberkah Engkau, wahai Rabb pemilik keagungan dan kemuliaan.” (Sahih; H.R. Muslim, no. 591)
Patut diperhatikan bahwa lafal zikir di atas tidak boleh ditambah dengan kata-kata:
وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَأَدْخِلْنَا دَارَ السَّلاّمِ
Hal itu dikarenakan lafal tersebut tidak berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat Misykatul Mashabih, 1:303; Hasyiyah Ath-Thahawi ‘alal Maraqiy, 2:311.
- Kemudian mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
“Tidak ada sembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mampu mencegah sesuatu yang telah Engkau berikan dan tidak ada yang mampu memberi sesuatu yang Engkau cegah. Tidak bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya untuk (menebus) siksaan-Mu.” (Sahih; H.R. Bukhari, no. 6862; Muslim, no. 593; An-Nasa’i, no. 1341)
- Setelah itu, Anda bisa mengucapkan tasbih (سبحان الله), tahmid (الحمد لله), dan takbir (الله أكبر) sebanyak 33 kali, kemudian menyempurnakannya sehingga genap menjadi seratus dengan mengucapkan,
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah; Rasulullah bersabda,
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barang siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir sebanyak 33 kali setelah melaksanakan shalat fardhu sehingga berjumlah 99 kemudian menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ucapan “لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ” , maka kesalahannya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (Sahih; H.R. Muslim, no. 597)
- Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk membaca lafal tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing sebanyak 33 kali, Anda bisa juga mengucapkan tasbih, takbir, dan tahmid sebanyak 10 kali. Hal ini berdasarkan hadis Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَلَّتَانِ لَا يُحْصِيهِمَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ أَلَا وَهُمَا يَسِيرٌ وَمَنْ يَعْمَلُ بِهِمَا قَلِيلٌ يُسَبِّحُ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ عَشْرًا وَيَحْمَدُهُ عَشْرًا وَيُكَبِّرُهُ عَشْرًا
“Ada dua perkara, setiap muslim yang konsisten melakukannya akan masuk ke dalam surga. Keduanya sangatlah mudah, namun sangat jarang yang mampu konsisten mengamalkannya. (Perkara yang pertama) adalah bertasbih, bertahmid, dan bertakbir masing-masing sebanyak sepuluh kali sesudah menunaikan shalat fardhu.” (Sahih; H.R. Tirmidzi, no. 3410; Shahihut Tirmidzi, no. 2714)
- Kemudian membaca Ayat Kursi serta surat Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Nas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ
“Barang siapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai menunaikan shalat fardhu (wajib), maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.” (Sahih; H.R. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir, no. 7532, Al-Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu, no. 11410)
Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu berkata,
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar membaca surat Al-Mu’awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) setiap selesai menunaikan shalat.” (Sahih; H.R. Abu Daud, no. 1523; Shahih Sunan Abi Daud, no. 1348)
Kami menyarankan kepada Bapak Suparno untuk memiliki buku kecil Hishnul Muslim karya Dr. Sa’id Al-Qahthani yang memuat zikir-zikir yang sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang alhamdulillah telah banyak diterjemahkan. Jika ingin mengetahui beberapa ketentuan fikih yang terkait dengan zikir dan doa, Bapak bisa mencari buku Wirid dan Dzikir karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwaz yang diterbitkan Pustaka Imam
Syafi’i. Semoga dimudahkan.
Syafi’i. Semoga dimudahkan.
C. Waktu Salat Wajib
1. Salat Subuh, waktunya mulai dari fajar sadiq dampai terbit matahari
2. Salat Zuhur, waktunya mulai tergelincirnya matahari sampai baying-bayang benda telah sama panjangnya
3. Salat Asar, waktunya mulai dari habisnya waktu Zuhur sampai terbenamnya matahari
4. Salat Maghrib, waktunya mulai dari terbenamnya matahari sampai syafaq terbenam di sebelah barat
5. Salat Isya, waktunya mulau dari syafaq merah terbenam sampai fajar sadiq
D. Fungsi Salat dalam Kehidupan
- Mendekatkan diri kepada Allah SWT. sebagai Maha Pencipta yang menguasai alam jagat raya, sedangkan selain Allah adalah makhluk ciptaannya
- Salat lima waktu sehari semalam merupakan alat komunikasi hamba dengan Khaliqnya agar hidupnya senantiasa mendapat rida-Nya
- Akan lebih baik dan peduli terhadap sesamanya karena salat mendidik seseorang menyadari asal manusia
- Akan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar
- Melatih disiplin waktu dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Pertama Kali Diwajibkan Salat Fardu
Allah SWT mengutus Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Yaitu salat 50 kali sehari diwajibkan. Saat bertemu Nabi Musa AS, beliau menghela nafas dan meminta keringanan. Nabi Muhammad pun kembali ke Sidratulmuntaha tempat di mana Nabi bertemu Malaikat Jibril. Nabi Muhammad SAW meminta dikurangi 10 rakaat. Maka, salat 40 kali sehari. Musa pun masih berkomentar dan 40 kali sehari itu terlalu berat bagi umatnya. Nabi Muhammad SAW kembali ke Sidratulmuntaha untuk meminta keringanan. Maka, jadilah salat 30 kali sehari. Musa pun masih berkomentar. Hingga tersisa salat 5 kali sehari. Nabi Muhammad sampai merasa malu pada Allah SWT. Akhirnya pun, salat diwajibkan 5 kali sehari. Allah SWT rela atas tuntutan-Nya dan meringkan untuk hamba-hamba-Nya. Sejak itu, Rasulullah SAW. beserta umatnya diperintahkan untuk melaksanakan salat fardu.
Salat Berjamaah
A. Pengertian shalat berjamaah dan Mnfarid serta dasar hukumnya
1. Pengertian shalat berjamaah dan Mnfarid
Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, seorang menjadi imam dan yang lainnya menjadi makmum dengan syarat-syarat yang ditentukan.
2. Hukum dan keutamaan shalat berjamaah
Hukum shalat berjama’ah adalah sunnah muakkad artinya dikuatkan atau sangat dianjurkan.
Keutamaan shalat berjama’ah atas shalat munfarid
... صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً
Hadis riwayat Ibnu Umar radhiyAllahu 'anhu: ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Salat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat dari salat sendiri.” (HR. Imam Muslim).
B. Keutamaan Shalat Berjamaah
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:tAbu Hurairah صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649)
dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:tDari Abu Musa
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ
“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim no. 662)
dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:tDari Abu Ad-Darda`
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud no. 547, An-Nasai no. 838, dan sanadnya dinyatakan hasan oleh An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 344)
Dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 650)
Penjelasan ringkas:
Karena besarnya urgensi shalat berjamaah bagi keumuman lingkungan kaum muslimin dan bagi setiap individu yang ada di dalamnya, Allah Ta’ala menjanjikan untuknya pahala yang besar dan Ar-Rasul -alaihishshalatu wassalam- senantiasa memotifasi untuk mengerjakannya. Dan beliau -alaihishshalatu wassalam- mengabarkan bahwa shalatnya seseorang secara berjamaah jauh lebih utama daripada shalat sendirian dan bahwa shalat berjamaah merupakan sebab terjaganya kaum muslimin dari setan. Keutamaan yang pertama untuk individu dan yang kedua untuk masyarakat kaum muslimin.
Karena besarnya urgensi shalat berjamaah bagi keumuman lingkungan kaum muslimin dan bagi setiap individu yang ada di dalamnya, Allah Ta’ala menjanjikan untuknya pahala yang besar dan Ar-Rasul -alaihishshalatu wassalam- senantiasa memotifasi untuk mengerjakannya. Dan beliau -alaihishshalatu wassalam- mengabarkan bahwa shalatnya seseorang secara berjamaah jauh lebih utama daripada shalat sendirian dan bahwa shalat berjamaah merupakan sebab terjaganya kaum muslimin dari setan. Keutamaan yang pertama untuk individu dan yang kedua untuk masyarakat kaum muslimin.
C. Ketentuan Sholat Berjamaah
1. Syarat menjadi imam
Imam adalah orang yang memimpin shalat berjama’ah, dia berdiri di depan anggota jama’ah yang lain. Oleh karenanya seorang imam dalam shalat harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut :
a. Orang yang lebih fasih dalam membaca Al Qur’an.
b. Orang yang lebih luas wawasannya tentang agama Islam.
c. Diutamakan yang lebih tua usianya.
d. Memiliki akhlak mulia, sehing tidak dibenci oleh makmum.
e. Imam memperhatikan saf (barisan) makmum dan memerintahkan makmum meluruskan dan merapatkan saf.
f. Tidak mengikuti gerakan orang lain, sebaliknya anggota jama’ah yang lain lain mengikuti gerakan imam.
g. Mengikuti ketentuan imam laki-laki/perempuan sebagai berikut :
• Bila makmumnya laki-laki maka imam harus laki-laki.
• Bila makmumnya perempuan semuanya maka imam boleh laki-laki maupun perempuan.
h. Berniat menjadi imam.
Bila imam mengetahui bahwa diantara makmumnya terdapat orang-orang yang sudah tua, orang yang lemah, sakit, dan anak-anak, maka shalatnya lebih dipercepat sedikit, jangan terlalu lama.
2. Syarat Menjadi Makmum
a. Berniat menjadi makmum (mengikuti imam).
b. Mengikuti imam dalam setiap gerakan shalat, tidak boleh mendahului.
c. Berada satu lingkungan shalat dengan imam.
d. Mengetahui setiap gerakan imam baik secara langsung atau mengikuti saf di depannya.
e. Harus berada pada posisi di belakang imam.
f. Shalat yang dikerjakan sama dengan shalatnya imam.
g. Apabila imam batal maka makmum yang tepat di belakang imam yang menjadi pengganti.
3. Macam-macam Makmum
a. Makmum Muwafiq
Makmum muwafiq adalah makmum yang dapat mengikuti shalat imam secara sempurna mulai rakaat pertama sampai akhir.
Bilangan rakaat tersebut dihitung sempurna apabila makmum masih sempat membaca surat Al-Fatihah walaupun hanya satu ayat, kemudian dia bisa rukuk bersama-sama dengan imam. Hadits Rasulullah SAW:
artinya :“Apabila salah seorang di antara kamu datang untuk shalat sementara kami sedang sujud, maka hendaklah kamu sujud dan janganlah kamu hitung itu satu rakaat; dan barang siapa mendapati ruku’ bersama imam maka ia telah mendapat satu rakaat.” (HR. Abu Dawud)
b. Makmum Masbuk
Makmum masbuk adalah makmum yang tidak dapat mengikuti imam secara sempurna mulai dari rakaat pertama, sehingga dia harus menambah sendiri sejumlah rakaat sesudah imam salam.
Hadits Rasulullah SAW :
Artinya :“Bagaimana keadaan imam ketika kamu mendapatinya, hendaklah kamu ikut; dan apa yang ketinggalan olehmu maka semprnakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beberapa ketentuan makmum masbuk sbb:
1) Apabila makmum takbiratul ihram sewaktu imam belum rukuk, hendaklah makmum membaca Surat Al-Fatihah sedapat mungkin. Akan tetapi jika belum selesai membaca Surat Al-Fatihah dan imam telah rukuk, maka makmum melakukan rukuk mengikuti imam.
2) Apabila makmum mendapati imam sedang rukuk, hendaklah makmum takbiratul ihram, kemudian melakukan rukuk mengikuti imam.
3) Makmum masbuk yang dapat melakukan rukuk bersama imam dengan sempurna, maka shalatnya dihitung mendapat satu rakaat.
4) Apabila makmum mendapati imam sedang sujud, maka makmum (setelah takbiratul ihram) langsung melakukan sujud bersama imam. Hal yang demikian belum dapat dihitung satu rakaat. Setelah imam membaca salam, makmum masbuk berdiri lagi ntuk menambah jumlah rakaatnya yang masih kurang.
4. Saf Shalat berjamaah
a. Makmum satu orang
Apabila makmum hanya satu orang, maka ia berdiri disebelah kanan imam agak ke belakang.
b. Makmum terdiri dua orang laki-laki
Apabila makmum terdiri dari dua orang laki-laki, maka ia berdiri di belakang imam, satu berdiri di sebelah kanan imam dan satunya lagi berdiri di sebelah kiri.
c. Makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Apabila makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka saf laki-laki berdiri di saf paling depan. Makmum perempuan di belakang saf laki-laki agak jauh jaraknya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi tempat apabila ada jamah laki-laki yang datang terlambat.
d. Makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa, anak-anak laki-laki dan perempan.
D. Posisi Imam dan Makmum Dalam Salat Berjamaah
E. Hukum Salat Berjamaah
Di kalangan ulama memang berkembang banyak pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada yang mengatakan fardhu `ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu kifayah. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
Tentu masing-masing pendapat itu ada benarnya, sebab mereka telah berijtihad dengan memenuhi kaidah istimbath hukum yang benar. Kalau pun hasilnya berbeda-beda, tentu karena hal ini adalah ijtihad. Sebab tidak ada lafadz yang secara eksplisit di dalam Al-Quran atau hadits yang menyebutkan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya begini dan begini.
Yang ada hanya sekian banyak dalil yang masih mungkin menerima ragam kesimpulan yang berbeda. Dan sebenarnya hal seperti ini sangat lumrah di dunia fiqih, kita pun tidak perlu terlalu risau bila ada pendapat dari ulama yang ternyata tidak sejalan dengan apa yang kita pahami selama ini. Atau berbeda dengan apa yang diajarkan oleh guru kita selama ini.
Dan berikut kami uraikan masing-masing pendapat yang ada beserta dalil masing-masing, semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam ilmu syariah.1. Pendapat Kedua: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan jumhur ulama baik yang lampau maupun yang berikutnya . Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam.
Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa:
Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain.
Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah:
Dari Abi Darda` ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya.
Dari Malik bin Al-Huwairits bahwa Rasulullah SAW, Kembalilah kalian kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka shalat dan perintahkan mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan azan dan yang paling tua menjadi imam. .Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat.
Al-Khatthabi dalam kitab Ma`alimus-Sunan jilid 1 halaman 160 berkata bahwa kebanyakan ulama As-Syafi`i mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini.
2. Pendapat Pertama: Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, Al-Auza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar azan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat. .
Dalilnya adalah hadits berikut:
Dari Aisyah ra berkata, Siapa yang mendengar azan tapi tidak menjawabnya , maka dia tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya.
Dengan demikian bila seorang muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap syah.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.
Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat syahnya shalat, tentu tidak bisa diterima.
Al-Karkhi dari ulama Al-Hanafiyah berkata bahwa shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. .
Khalil, seorang ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Lihat Jawahirul Iklil jilid 1 halama 76.
Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. . Ad-Dardir dalam kitab Asy-Syarhu As-Shaghir jilid 1 halaman 244 berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah.
Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini:
Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat.
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib.
Selain itu mereka juga menggunakan hadits berikut ini:Dari Abi Musa ra berkata bahwa Rasulullah SAw bersabda, Sesungguhnya orang yang mendapatkan ganjaran paling besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang shalat sendirian kemudian tidur.
4. Pendapat Keempat: Syarat Syahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat fardhu berjamaah adalah syarat syahnya shalat. Sehingga bagi mereka, shalat fardhu itu tidak syah kalau tidak dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu pendapatnya . Demikian juga dengan Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah . Termasuk di antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At-Tamimi, Abu Al-Barakat dari kalangan Al-Hanabilah serta Ibnu Khuzaemah.
Dalil yang mereka gunakan adalah:
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAw bersaba, Siapa yang mendengar azan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada lagi shalat untuknya, kecuali karena ada uzur.
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata, Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah SAW berkata untuk memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, Apakah kamu dengar azan shalat? Ya, jawabnya. Datangilah, kata Rasulullah SAW.
F. Syarat Sah Bagi Makmum dan Imam
Ada 13 (tiga belas) syarat yang harus dipenuhi oleh Anda yang hendak menjadi makmum. Berikut kedua belas syarat itu:
1. Islam.
2. Niat mengikuti imam.
3. Mengikuti gerakan imam.
4. Mengetahui segala yang dikerjakan imam baik melihat langsung maupun sebagian saf yang melihat imam, mendengar suara imam atau pengeras suara imam.
5. Salat makmum harus sesuai dengan salat imam.
6. Imam dan makmum harus berada di satu tempat.
7. Makmum tidak boleh berbeda dengan imam dalam aktivitas sunah.
8. Posisi makmum tidak lebih ke depan dari posisi imam.
9. Salat imam sah menurut keyakinan makmum.
10. Tidak bermakmum kepada orang yang berkewajiban mengulangi salat.
11. Imamnya bukan orang yang makmum pada orang lain.
12. Status imam dalam fikih tidak lebih rendah daripada makmum.
13. Imamnya bukan orang yang tidak fasih bacaan Al-Qurannya, sedangkan makmumnya orang yang bagus bacaan Al-Qurannya.
Bila menjadi makmum harus memenuhi 12 syarat, maka untuk menjadi imam Anda butuh 15 (lima belas) syarat. Berikut keenam syarat itu:
1. Islam.
2. Balig
3. Berakal.
4. Sadar.
5. Tepat bacaan Al-Quran.
6. Tidak berhadas dan bernajis.
7. Status dalam fikih sederajat atau lebih tinggi dari makmum.
8. Tidak sedang berposisi sebagai musafir untuk salat Jumat.
9. Tidak fasik.
10. Bukan ahli bid’ah.
11. Bukan orang yang mengulang-ulang huruf fa’.
12. Bukan orang yang mengajukan diri sebagai imam padahal tidak punya kapasitas.
13. Bukan anak zina.
14. Bukan orang yang tidak diketahui bapaknya.
15. Bukan budak sahaya.
Orang yang dipilih menjadi imam haruslah orang yang tidak masuk dalam ketentuan di atas (no. 1 s/d 15). Bila dalam jamaah kumpul orang-orang yang pantas jadi imam, maka yang didulukan orang yang ahli fikih, kemudian orang yang banyak hafal ayat-ayat Al-Quran, orang zuhud, orang yang wara, orang yang lebih awal hijrahnya, orang yang lebih awal masuk Islam, orang yang nasabnya lebih mulia, orang yang labih baik reputasinya, orang yang pakaiannya lebih bersih, orang yang lebih indah suaranya, orang yang lebih sempurna bentuk fisiknya, orang yang wajahnya lebih tampan, dan orang yang istrinya lebih cantik.
Ada enam salat yang disunahkan berjamaah. Berikut keenam salat itu:
1. Salat maktubah (salat fardu lima waktu; zuhur, asar, magrib, isya, dan subuh).
2. Salat dua hari raya (Idul fitri dan Idul Adha).
3. Salat kusuf (gerhana matahari dan bulan).
4. Salat istisqa (minta hujan).
5. Salat tarawih dan witir pada bulan Ramadan.
6. Salat jenazah.
Selain salat yang dicantumkan di atas, lebih dianjurkan untuk dikerjakan sendirian untuk menghindari riya dan pamer amal ibadah.
G. Macam-Macam Salat Berjamaah
A. Shalat Fardlu.
Shalat fardlu berjama’ah dilaksanakan Rasulullah shallallahu ‘laihi wa sallam dan para shahabatnya di Masjid, bukan di rumah. Pengurus Remaja Masjid memberi tauladan dan mengajak anggotanya untuk bersama-sama
menegakkannya. Shalat fardlu berjama’ah dilaksanakan sehari lima kali di awal waktunya, yaitu Maghrib, ‘Isya, Shubuh, Dzuhur dan ‘Ashar.
Pengurus Ta’mir Masjid dengan dibantu Pengurus Remaja Masjid mengatur penyelenggaraan shalat berjama’ah. Tanpa mengurangi pemahaman adanya perbedaan persepsi fiqih, dalam menyelenggarakannya Pengurus Ta’mir Masjid dapat memberi regulasi sebagai berikut:
1. Menetapkan dan mengangkat Imam Shalat dan Muadzin.
2. Sebelum waktu shalat tidak dikumandangkan pembacaan ayat-ayat Al Quraan atau bunyi-bunyian lain melalui Tape Recorder dan pengeras suara.
3. Tidak menggunakan Kentongan dan Bedug untuk menandai saat masuk waktu shalat.
4. Setiap masuk waktu shalat dikumandangkan seruan panggilan shalat (Adzan) oleh Muadzin.
5. Adzan Shubuh dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah masuk waktu Shubuh dengan jeda waktu sekitar satu jam.
6. Setiap akan melaksanakan shalat wajib dikumandangkan seruan Iqamah.
7. Waktu antara Adzan dan Iqamah tidak lama. Pada saat menunggu Iqamah tidak didendangkan nyanyi-nyanyian atau puji-pujian.
8. Shalat berjama’ah dipimpin oleh Imam Shalat.
9. Barisan (Shaff) jama’ah diatur oleh Imam dengan posisi rapat dan tertib. Jama’ah pria di depan dan wanita di belakang.
10. Urut-urutan shaff: Imam, makmum pria dewasa, makmum pria anak-anak, makmum wanita anak-anak dan makmum wanita dewasa. Antara jama’ah pria dan wanita tidak ada hijab (kain penghalang).
11. Shalat berjama’ah diupayakan agar dapat dilaksanakan secara khusyu’, tertib dan tidak tergesa-gesa.
12. Selesai melaksanakan shalat, para jama’ah dipersilahkan untuk berdo’a sendiri-sendiri.
B. Shalat Jum’at.
Setiap hari Jum’at diselenggarakan Shalat Jum’at berjama’ah. Tanpa mengurangi pemahaman adanya perbedaan persepsi fiqih, dalam menyelenggarakan shalat Jum’at berjama’ah Pengurus Ta’mir Masjid dapat memberi regulasi sebagai berikut:
1. Shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu Dzuhur.
2. Adzan shalat Jum’at satu kali, yaitu dikumandangkan setelah Khatib naik mimbar dan mengucapkan salam.
3. Sebelum shalat dilaksanakan didahului dengan Khutbah Jum’at.
4. Khatib berkhutbah secara langsung, bukan membaca Buku Khutbah. Dilakukan dua kali dan tidak lama.
5. Ketentuan-ketentuan lain relatif sama dengan ketentuan pada shalat berjama’ah.
Untuk keperluan da’wah islamiyah dan peningkatan wawasan keilmuan jama’ah dapat disusun Daftar Khatib Jum’at dan Tema Khutbah untuk satu tahun.
C. Shalat berjama’ah yang lain.
Selain shalat fardlu dan Jum’at berjama’ah ada shalat-shalat yang dilakukan secara berjama’ah. Shalat-shalat tersebut memiliki kaifiat tersendiri sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, antara lain adalah:
a. Shalat Gerhana. Dilaksanakan ketika terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan.
b. Shalat ‘Idul Fithry. Dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menunaikan shiyam Ramadlan.
c. Shalat ‘Idul Adha. Dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sehari setelah jama’ah Haji melaksanakan wukuf di ‘Arafah.
d. Shalat memohon hujan. Dilaksanakan apabila terjadi musim kering yang berkepanjangan dan umat kesulitan memperoleh air.
e. Shalat tarawih. Shalat di malam bulan Ramadlan dalam rangka qiyamullail.
f. Shalat jenazah. Dilaksanakan untuk mendoakan mayyit sebelum dikuburkan.
Salat Munfarid
A. Pengertian Salat Munfarid
Shalat munfarid adalah shalat yang dilakukan sendirian tidak ada imam dan tidak ada makmum.
Salat sunah ada yang dilakukan secara sendiri-sendiri (munfarid) diantaranya:
- Salat Rawatib
- Salat Tahiyatul Wudhu
- Salat Istikharah
- Salat Mutlaq
- Salat Dhuha
- Salat Tahiyatul Masjid
- Salat Tahajud
- Salat Hajat
- Salat Awwabin
- Salat Tasbih
- Salat Taubat
B. Contoh Salat Sunnah Munfarid
1. Shalat Sunah Tahajud
Shalat tahajud adalah shalat sunah yang dilakukan pada waktu malam hari, baik pada waktu awal, tengah malam, ataupun akhir malam. Oleh sebab itu, shalat tahajud disebut juga qiyamullail (berdiri shalat di waktu malam). Apabila dilakukan di bulan Ramadhan, maka disebut qiyamu Ramadhan. Sebagaimana shalat sunah yang lain, shelat tahajud sangat baik untuk dilakukan dangan maksud menambah amalan ibadah lain.
2. Shalat Tahiyatul Masjid
a. Pengertiannya
secara bahasa, tahiyatul masjid berarti penghormatan terhadap masjid. Dengan demikian shalat tahiyatul masjid ialah shalat sunah yang dikerjakan untuk menghormati masjid, dilakukan ketika masuk masjid. Rasulullah saw. Bersabda:
“Masjid adalah rumah orang bertaqwa. Allh swt. Memberi jamnan kepada orang yang menjadikan masjid sebagai rumahnya, yaitu ia akan memberi ketenangan rahmat dan kemudahan melintasi Shiratal Mustaqim (kemudian mengikuti petunjuk islam). Untuk menuju ridha Allah, yakni jannah.” (HR.Thabrani dan Bazar, daro Abu Darda)
b. Bilangan Raka’atnya
Shalat tahiyatul masjid dikerjakan pada waktu masuk masjid (kecuali orang yang bertugas di masjid). Jama’ah yang terlambat datang (imam sudah memulai khutbahnya) tetap dianjurkan shalat tahiyatul masjid. Shalat tahiyatul masjid di kerjakan sebanyak dua raka’at.
3. Shalat Istikharah
a. Pengertian Dan Hukum Shalat Istikharah
Kata istikharah berarti permohonan petunjuk. Shalat istikharah berarti shalat sunah yang dikerjakan dengan maksud memohon petunjuk kepada Allah untuk menentukan pilihan sesuatu secara tepat.
b. Waktu Dan Jumlah Raka’atnya
Waktu yang paling baik digunakan untuk melakukan shalat istikharah ialah sepertiga malam yang akhir, kurang lebih pukul 2.00 sampai menjelang shubuh. Waktu sepertiga malam yang akhir adalah waktu yang sangat tenang sehingga shalat dapat dilaksanakan secara baik, tidak terganggu lingkungan. Shalat istilharah dilaksanakan sebanyak dua raka’at.
c. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Oleh Orang Yang Shalat Istikharah
1.Sesuatu yang dimohon benar-benar masih diragukan, sehingga permohonan dapat dilakukan dengan sepenuh hati, tidak di campuri perasaan sendiri.
2.Harus yakin bahwa Allahswt. Akan memberikan jalan keluar untuk mengatasi persoalannya
3.Shalat istikharah tidak cukup dilakukan sekali,melainkan berkali-kali sampai hati merasa tenang dan tenteram. Mungkin Allah swt. Akan memberi jalan keluar persoalan yang dihadapi dengan ketepatan berpikir berkat ketentraman hati sendiri.
4 Shalat Dhuha.
Pengertian Salat Dhuha
Menurut bahasa dhuha berarti pagi hari. Sehingga salat dhuha adalah salat sunah yang dilaksanakan pada waktu pagi hari, mulai dari saat memutihnya cahaya matahari pagi sampai sebelum waktu istiwa’ (siang hari saat matahari tepat arahnya di atas kepala). Jadi, kira-kira mulai pukul 07.00 pagi sampai pukul 11.00 siang. Waktu istiwa’ adalah saat matahari berada tepat di atas kepala, sebelum masuk waktu dhuhur.
Hukumnya
Hukum melaksanakannya adalah sunah, sebagaimana hadis Rasulullah SAW Artinya :“Dari Abu Hurairah ia berkata : kekasihku (Rasulullah) SAW telah berpesan kepadaku tiga hal : Puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat salat dhuha, dan salat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tata Cara Pelaksanaannya
Tata cara pelaksanaan salat dhuha sebagai berikut :
• Jumlah rakaatnya paling sedikit 2 rakaat dan paling banyak 12 rakaat.
• Boleh dilaksanakan secara munfarid (sendirian) maupun berjamaah.
• Lebih utama setiap dua rakaat salam. Namun, apabila dilaksanakan empat rakaat jangan ada tasyahud awal supaya tidak menyerupai salat fardu.
5. Shalat Tarawih
Pengertian Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah shalat sunah yang dilaksanakan khusus pada malam hari bulan Ramadhan. Shalat tarawih merupakan amalan sunah pada bulan Ramadhan di samping ibadah-ibadah lain seperti memperbanyak tadarus Al Quran, berzikir, berdoa, mendalami ilmu agama dengan mengikuti pesantren kilat, dan sebagainya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hukum Shalat Tarawih
Hukum melaksanakannya adalah sunah muakkad, sebagaimana hadis Rasulullah SAW : Artinya :“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang melaksanakan shalat pada malam hari di bulan Ramadhan dengan dilandasi iman dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT maka akan diampuni dosa- dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bilangan rakaat Shalat Tarawih
Ada perbedaan pendapat mengenai jumlah rakaat shalat Tarawih di kalangan umat Islam. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak penting dan tidak perlu diperdebatkan. Hal yang penting adalah bagaimana shalat Tarawih tetap dilaksanakan umat Islam.
Perbedaan yang dimaksud sebagai berikut :
• Delapan rakaat ditambah Witir
Pendapat ini diambil dari keterangan bahwa Rasulullah s.a.w shalat Tarawih bersama para sahabat di masjid tiga kali selama hidupnya. Sesudah itu beliau tidak melakukan lagi secara berjamaah di masjid tetapi melaksanakannya di rumah. Rasulullah s.a.w khawatir apabila suatu saat nanti shalat tarawih dianggap ibadah wajib. Jumlah rakaat yang dilakukan bersama sahabat di masjid tersebut adalah delapan rakaat ditambah Witir. Keterangaan ini berdasarkan pada hadits berikut : Artinya : “Diriwayatkan dari Jabir sesungguhnya Rasulullah s.a.w shalat bersama-sama mereka delapan rakaat kemudian beliau shalat witir”. (HR. Ibnu Hibban)
• Dua puluh rakaat ditambah Witir
Mengenai jumlah rakaat shalat tarawih yang 20 rakaat dilanjutkan dengan witir dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab dan diikuti oleh para sahabat yang lain. Tentang jumlah rakaat yang dilakukan oleh Umar bin Khattab ini tidak pernah dipermasalahkan oleh para sahabat saat itu. Jadi, sampai sekarang pun umat Islam ada yang mengikutinya.
• Tiga puluh enam rakaat ditambah Witir
Mengenai jumlah rakaat shalat tarawih 36 rakaat dilanjutkan dengan witir dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang merupakan salah satu Khalifah Bani Umayyah. Dari ketiga pendapat di atas menunjukkan bahwa perbedaan rakaat dalam pelaksanaan shalat tarawih di kalangan umat merupakan sesuatu yang tidak perlu dipermasalahkan. Apalagi sampai terjadi pertikaian hanya karena perbedaan ini. Padahal sejak dahulu perbedaan ini telah ada dan tidak timbul masalah. Yang terpenting adalah umat Islam dapat melaksanakan shalat tarawih dengan baik. Sedangkan berapa jumlah rakaatnya terserah kepada masing-masing sesuai dengan pengetahuan dan keyakinannya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT di bulan Ramadhan yang penuh berkah.
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Tarawih
Tata cara pelaksanaan shalat tarawih sebagai berikut :
a. Waktu pelaksanaannya setelah shalat isya sampai dengan fajar sidiq (menjelang waktu subuh).
b. Diutamakan secara berjamaah tetapi boleh juga dilaksanakan sendirian (munfarid)
c. Lebih utama setiap dua rakaat salam. Namun, apabila dilaksanakan empat rakaat tidak perlu ada tasyahud awal supaya tidak menyerupai shalat fardu.
6. Shalat Witir
Pengertian Shalat Witir
Secara bahasa witir berarti ganjil. Sehingga shalat witir adalah shalat yang jumlah bilangan rakaatnya ganjil. Paling sedikit satu rakaat dan paling banyak 11 rakaat. Shalat witir tidak hanya dilakukan setelah shalat tarawih di bulan Ramadhan. Namun, pada malam hari di luar bulan Ramadhan umat Islam pun dianjurkan untuk melaksanakan shalat witir sebagai penutup shalat-shalat sunah malam hari.
Hukum Shalat Witir
Hukum melaksanakannya adalah sunah muakkad, sebagaimana hadis Rasulullah s.a.w Artinya :“Dari Ali r.a., Witir itu bukan keharusan seperti shalat fardu, tapi merupakan sunah yang dibiasakan oleh Rasulullah s.a.w.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Tirmidzi)
Tata Cara Pelaksanaan Shalat Witir
Tata cara pelaksanaan shalat witir sebagai berikut :
a. waktunya pada malam hari setelah shalat isya’
b. dilaksanakan secara berjamaah atau sendirian (munfarid)
c. jumlah rakaatnya ganjil Dalam pelaksanaannya ada dua macam niat, yakni niat untuk shalat 2 rakaat dan ditutup dengan niat untuk shalat 1 rakaat.
C. Waktu Terlarang Untuk Salat Munfarid
Beberapa salat sunah dilakukan terkait dengan waktu tertentu namun bagi salat yang dapat dilakukan pada waktu yang bebas (misal:salat mutlaq) maka harus memperhatikan bahwa terdapat beberapa waktu yang padanya haram dilakukan salat:
- Matahari terbit hingga ia naik setinggi lembing
- Matahari tepat dipuncaknya (zenith), hingga ia mulai condong
- Sesudah ashar sampai matahari terbenam
- Sesudah subuh
- Ketika matahari terbenam hingga sempurna terbenamnya
No comments:
Post a Comment