Assalamu'alaikum Wr.Wb.
I never knew that I would have been in that class with those people. Suffer was the only word I could keep in mind. No mean to be rude, but, I barely knew those people. And I could see once in themselves that they were not in the same boat with me.
Being in Avada made me happy. Just thought about it, me surrounded by my friends whom I really adore for three years, brightened up my life. My whole life was like complete. Friends with them, him, forever. And then, reality slap me in the face.
The class had been arranged again, and we were separated. Then I knew, I should have woken up earlier.
I go to XI MIA F, they go to another class, which in this case, we are not in the same class again. But, that's alright. God is actually testing me, therefore I must show Him that I am indeed prepared for this.
A week before the actual lesson start, I look like a loser. Have no friends, have no food, have no one to talk, because I do not ask for it. And I already miss Avada. Avada is like the best thing that happened in my life.
Hari pertama berada di kelas baru, aku sudah ingin pergi merantau bersama kak Dora. Yang kulakukan hanya tidur, membaca beberapa cerita misteri pendek karangan Conan Doyle, mendengarkan musik, hingga membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Aku bahkan tidak berbicara dengan siapa-siapa. Ketika salah seorang teman baruku bertanya, "Bolehkah aku duduk di sebelahmu?", aku mengacuhkannya seraya berkata, "Tidak, terima kasih. Aku suka sendiri." Namanya Hanifa, dan aku sudah menyakiti perasaannya di hari pertama kita bertemu. Manusia macam apa aku ini.
Beberapa waktu, Maria, temanku di Avada yang kebetulan sekelas lagi denganku menanyakan hal yang sama seperti Hanifa. Kembali aku menolaknya karena aku ingin sendiri.
Setelah satu minggu, pelajaran resmi mulai berlangsung. Dan Juna duduk satu bangku denganku. Ini mungkin terdengar gila, aku menolak teman perempuanku, tetapi aku malah menerima ajakan duduk dengan dia. Juna juga kebetulan temanku di Avada dulu. Dia adalah orang terunik yang pernah kukenal. Mengingat bahwa kesan pertamaku dengan dia tidak begitu baik di Avada dulu, aku mencoba untuk berbaikan dengannya di kelas baru ini. Jadi kuputuskan untuk duduk saja dengan dia.
Juna bertanya kepadaku, "Shaf, punya landak mini?" di saat yang sama, aku menyesali keputusanku. -_-
Hari berikutnya, aku menawarkan Maria untuk duduk bersamaku dan dia menyetujuinya. Aku selamat. Di Avada, dia dan aku belum menjadi teman yang baik. Atau dengan kata lain, kami tidak dekat. Obrolan kami pun hanya sebatas dunia K-Pop. Dan itu jadi susah berkembang karena dia orang yang sulit ditebak. "Misi perdamaianku" dengan Juna gagal, aku tidak ingin pertemananku dengan Maria tidak berhasil juga. Selain itu, aku tidak seharusnya duduk sebangku dengan seorang laki-laki.
Tidak lama, aku dan Maria menjadi teman baik. Banyak cerita yang kami bagi dan aku bersyukur dia ada di perahu yang sama denganku. Aku merasa bisa bertahan kalau begitu. Terima kasih, Tuhan.
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa aku sudah melewati satu semester. Aku pun merasa kalau aku seharusnya bisa bergaul dengan teman-temanku. Aku tidak mungkin selamanya akan terus begini, bukan?
Pikiran itu seperti parasut, dia akan lebih berfaedah kalau terbuka.
Dan sekarang, aku senang karena aku bisa berteman baik dengan mereka. Aku bahagia karena mereka memberikan warna baru dalam hidupku.
Love you, Falcon!
#Diriku bangga jadi anak Falcon
#Warna hitam, putih, emas seragamnya
#Jadi juara itu sudah takdirnya
#Senang, susah kita lalui bersama
Wa'alaikumsalam Wr.Wb
I never knew that I would have been in that class with those people. Suffer was the only word I could keep in mind. No mean to be rude, but, I barely knew those people. And I could see once in themselves that they were not in the same boat with me.
Being in Avada made me happy. Just thought about it, me surrounded by my friends whom I really adore for three years, brightened up my life. My whole life was like complete. Friends with them, him, forever. And then, reality slap me in the face.
The class had been arranged again, and we were separated. Then I knew, I should have woken up earlier.
I go to XI MIA F, they go to another class, which in this case, we are not in the same class again. But, that's alright. God is actually testing me, therefore I must show Him that I am indeed prepared for this.
A week before the actual lesson start, I look like a loser. Have no friends, have no food, have no one to talk, because I do not ask for it. And I already miss Avada. Avada is like the best thing that happened in my life.
Hari pertama berada di kelas baru, aku sudah ingin pergi merantau bersama kak Dora. Yang kulakukan hanya tidur, membaca beberapa cerita misteri pendek karangan Conan Doyle, mendengarkan musik, hingga membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Aku bahkan tidak berbicara dengan siapa-siapa. Ketika salah seorang teman baruku bertanya, "Bolehkah aku duduk di sebelahmu?", aku mengacuhkannya seraya berkata, "Tidak, terima kasih. Aku suka sendiri." Namanya Hanifa, dan aku sudah menyakiti perasaannya di hari pertama kita bertemu. Manusia macam apa aku ini.
Beberapa waktu, Maria, temanku di Avada yang kebetulan sekelas lagi denganku menanyakan hal yang sama seperti Hanifa. Kembali aku menolaknya karena aku ingin sendiri.
Setelah satu minggu, pelajaran resmi mulai berlangsung. Dan Juna duduk satu bangku denganku. Ini mungkin terdengar gila, aku menolak teman perempuanku, tetapi aku malah menerima ajakan duduk dengan dia. Juna juga kebetulan temanku di Avada dulu. Dia adalah orang terunik yang pernah kukenal. Mengingat bahwa kesan pertamaku dengan dia tidak begitu baik di Avada dulu, aku mencoba untuk berbaikan dengannya di kelas baru ini. Jadi kuputuskan untuk duduk saja dengan dia.
Arjuna Adhe Wijaya, sangat terobsesi untuk menjadi pengusaha muda yang sukses dan selalu menganggap dirinya adalah kembaran Rio Haryanto |
Juna bertanya kepadaku, "Shaf, punya landak mini?" di saat yang sama, aku menyesali keputusanku. -_-
Hari berikutnya, aku menawarkan Maria untuk duduk bersamaku dan dia menyetujuinya. Aku selamat. Di Avada, dia dan aku belum menjadi teman yang baik. Atau dengan kata lain, kami tidak dekat. Obrolan kami pun hanya sebatas dunia K-Pop. Dan itu jadi susah berkembang karena dia orang yang sulit ditebak. "Misi perdamaianku" dengan Juna gagal, aku tidak ingin pertemananku dengan Maria tidak berhasil juga. Selain itu, aku tidak seharusnya duduk sebangku dengan seorang laki-laki.
Tidak lama, aku dan Maria menjadi teman baik. Banyak cerita yang kami bagi dan aku bersyukur dia ada di perahu yang sama denganku. Aku merasa bisa bertahan kalau begitu. Terima kasih, Tuhan.
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa aku sudah melewati satu semester. Aku pun merasa kalau aku seharusnya bisa bergaul dengan teman-temanku. Aku tidak mungkin selamanya akan terus begini, bukan?
Pikiran itu seperti parasut, dia akan lebih berfaedah kalau terbuka.
Dan sekarang, aku senang karena aku bisa berteman baik dengan mereka. Aku bahagia karena mereka memberikan warna baru dalam hidupku.
Hedy Hardian Hamzah, salah satu penghuni kelas Falcon yang kupanggil "Om" karena di umurnya sekarang ini dia sudah punya keponakan. |
Kiri-Kanan : M.Avianda Robby, jago olahraga (futsal, basket, voli) dan pintar mengaji. M.Rahman Ramadani, mantan wakil ketua kelas yang suka nggombal. |
Latihan Creativity di markas Falcon a.k.a rumah Dani |
Let us take a selfie |
Love you, Falcon!
#Diriku bangga jadi anak Falcon
#Warna hitam, putih, emas seragamnya
#Jadi juara itu sudah takdirnya
#Senang, susah kita lalui bersama
Wa'alaikumsalam Wr.Wb
Falcon ku falcon ku 😂👏👏
ReplyDeleteKeren mbash, lanjutkan 🙌