9.2.13

Naungan Pertama Gama Part 3

Assalamu'alaikum Wr. Wb

lanjutannya..


Happy reading!!




             Waktu istirahat di hari pertama adalah hal yang paling tidak kunantikan. Kembali, aku duduk di bangku pojok kantin sendirian. Tak ada satupun makhluk yang berani mendekat padaku, pun lalat dan nyamuk. Tatapan asing mereka kembali kuterima dengan setengah keikhlasan hati. Aku termenung sejenak menatap mie yang mengembang karena kuah bakso. Es pesananku mulai mencair. Kantin yang ramai. Penuh dengan gosip anak muda, mulai dari fashion, game, pacar, masalah keluarga sampai tetangga mereka yang begini-begitu. Diriku berkata, kantin ini terlalu sepi layaknya kuburan Nenek dari Emak yang setiap tahun kuziarahi. 10 menit kemudian, aku mulai menghabiskan semuanya. Setelah kurasa cukup, aku kembali ke kelas seorang.
            Proses belajar mengajar telah usai, semua siswa dipersilahkan untuk pulang. Aku bangkit dari kursiku, memasukkan semua buku yang telah kukeluarkan untuk pelajaran Bahasa Inggris. Bapak dan sedannya sudah siap mengantarku pulang. Namun, rupanya hari ini aku harus mampir ke Kampus Bapak dulu. Bapak tidak sengaja meninggalkan bukunya di sana. Selama perjalanan pulang dari Kampus, Bapak bercerita padaku tentang seorang lelaki tua dan tongkatnya. Bapak  bilang, dahulu kala, ada seorang lelaki tua melihat desa yang telah lama tidak berpenghuni, dalam perjalanannya ke sebuah lembah. Lelaki tua ini berpikir bahwa tidak lama lagi, desa ini akan menjadi sebuah gurun akibat tidak ada satupun pohon yang tertanam. Akhirnya, Ia menanam biji pohon oak dengan menggunakan sebatang kayu. Selama perjalanannya ke sebuah lembah, Ia sudah berhasil menanam 100.000 biji pohon oak dalam tiga tahun. Saat Ia meninggal pada tahun 1974 dalam usia 89 tahun. Ia sukses membuat salah satu hutan terindah di Perancis yang terbentang sepanjang 11 km dengan lebar 3 km. Selesai mendengar cerita Bapak, aku mulai mencerna arti kalimat per kalimatnya.
           Malamnya, aku berhasil menemukan cara terbaik untuk mendapatkan seorang teman. Bahkan 50 orang teman. Sebenarnya, aku belum pernah menggunakan cara ini. Tapi, aku tidak ingin menjadi orang yang tak pernah punya aduan. Teringat cerita Bapak, kesimpulan yang kuambil adalah berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Aku mulai mempersiapkan mental dan fisik untuk hari keduaku di sana. 

-bersambung

PS : you said that i've changed. 

NB : well, what do you think about the reason why i've changed? ba.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

8.2.13

Naungan Pertama Gama Part 2

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Ini lanjutannya..

Happy reading!


 Hari itu, hari di mana kami sekeluarga baru saja melakukan pindah rumah.  Lagi. Bapak ditugasi untuk mengajar di Universitas lain. Kami harus mengatur ulang semuanya. Alhasil, sekolahku pun jadi korban. Belum lama aku beradaptasi dan memiliki 1 orang yang paling kupercaya dan mengucap kata, “Halo.”, aku sudah harus mengucapkan kata, “Selamat tinggal, teman”. Keadaan ini membuatku berpikir untuk selalu terikat lebih dulu dan lebih cepat pada lingkungan baru, agar aku tidak menyesal seperti saat aku tidak memiliki seorang teman sama sekali. Emak bilang, aku orang individual. Bipolar Disorder. Emak bilang, aku agak mirip orang yang berkepribadian ganda. Kata-kata Emak itu melayang-layang di dalam pikiran kosongku, mengarungi samudera yang sudah lama kering. Terlalu ambisius dan bersemangat, tak tidur untuk seharian penuh, dan merasa malu pada diri sendiri, dan aku pernah tak henti-hentinya menangis sampai Emak memelukku.
Beberapa hari setelah aku sadar betapa hinanya diriku saat itu, aku malu. Rasa malu telah membuat diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. Setidaknya itu yang dapat kuingat. Bapak dan Emak mendaftarkan dan memasukkanku ke sekolah yang baru. Dengan modal nilai yang kumiliki, senyum Emak dan uang Bapak, aku dengan mudah  masuk ke dalam lingkungan baru.  
             Aku benci hari pertama sekolah. Selebar apapun senyumku pada Bapak dan Emak, hatiku menjerit. Tepat pukul 06.10 WIB, aku turun dari mobil sedan dan melambaikan tangan sembari hati berkata, “Pak, jangan pergi!”. Bapak janji, kali ini adalah pindah untuk yang terakhir kalinya.  Kupegang janji itu dan masuk ke kelas yang sudah ditentukan. Orang-orang yang sangat asing buatku mulai berbisik dan bergosip tentang makhluk asing baru di kelas mereka. Telinga, mulut, mata dan badanku sudah biasa menerima respon tajam itu. Pelajaran pertama diisi oleh Bu Teguh. Ditentengnya buku diktat Bahasa Indonesia. Kebetulan, Bu Teguh adalah kenalan Bapak. Seperti biasa, aku memperkenalkan diri sebagai makhluk asing baru. Reaksi orang-orang di hadapanku sudah dapat ditebak. Melongo, kaget,  dan menahan tawa. Tak lama, senyum palsu kulontarkan sebagai bentuk respon buat mereka. 

-bersambung....

 
PS : do really wish that we have the same prespective.

NB : ba.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb

Naungan Pertama Gama Part 1

            Assalamu'alaikum Wr. Wb

Ini CerBung.


Happy reading!!




            Aku, Gama. Gama Karmelia. Penghuni perempuan satu-satunya di tempat yang pelajar sekolah dasar kenal dapat melindungi diri dari panas matahari, hujan serta ancaman hewan buas. Gelar ratu termulia di antara lelaki perkasa, yang biasa kusebut Abang dan Bapak –kusandang sejak Emak dan Delta tiada. Baru 7 bulan, 5 minggu, 12 hari kami ditinggalnya. Pergi ke dunia lain, menari bersama para arwah tak bertuan. Mengawasi kami kapanpun Emak mau, pun kelinciku Delta yang belum berumur jagung.
            Orang bilang, di umurku yang sudah bisa mendaftar untuk pembuatan KTP ini, seharusnya sudah menggandeng seseorang. Kata-kata bijak mereka yang di telingaku terdengar seperti sekantong hinaan membuatku menggandeng Tanya, sohib Bang Alfa. Alfa, abang tertuaku. Mengeluh setiap malam lantaran tak kunjung mendapat pasangan hidup. Aku hanya menepuk pundaknya sembari berkata “Tunggulah sebentar”, tak tahan rasanya melihat mukanya yang kusut. Bulan depan, tepat bulan Mei, adalah bulan bahagia buatnya. Ucapan selamat dari sohibnya, bingkisan biru muda dari Bang Beta –abangku yang lain, dan bonus uang saku dari Bapak. Rumah kami penuh dengan senyumnya yang membeludak, mengisi ruang kosong. Mengubah segalanya yang semula hitam kelam jadi merah muda merona. Bang Alfa adalah satu-satunya orang yang sangat peduli terhadap hari di mana kita pertama kali terjun ke alam baru, alam dunia. Berulang kali Bang Alfa menasehatiku tentang pentingnya hari itu dan rasa bersyukur kita terhadap makhluk yang bernama Emak. Kultum yang aku dapat plus air liurnya yang terkadang mampir ke kemejaku, berhasil buat Bang Alfa bungkam dengan kata “Tua!” lantaran aku terjangkit virus bosan. Aku tahu dia bermaksud baik. Hanya satu yang kuharapkan darinya, kapan dia sadar kalau Tanya adalah pasangan hidupnya?
            Sejak Emak pergi, tak pernah kulihat Bapak seperti bayi kehilangan dotnya. Bapak sangat tegar. Walaupun dulu Bapak dikelilingi banyak wanita yang umurnya 8 tahun di atasku, Bapak selalu berkata bahwa Emak adalah cintanya. Kafe yang di bangun tepat 3 tahun setelah pernikahan Emak dan Bapak, jadi agak sepi sejak senyum Emak tak lagi menempel pada setiap ujung meja pengunjung. Emak adalah orang yang terkenal ramah dan murah senyum.  Sekarang, kafe itu milik Bang Beta. Dia yang mengurus semuanya sembari melanjutkan kuliahnya. Bang Beta biasa berangkat ke kampus bersama Bapak yang selalu membawa buku sastra untuk dipelajari bersama murid-muridnya.
            Semua orang sibuk dengan masalahnya sendiri. Bapak yang sibuk dengan murid khususnya yang akan dikirim ke Jerman untuk lomba menulis artikel. Bang Alfa yang bingung sendiri sembari berkomat-kamit dengan wajah melas, “Di mana jodohku?”. Namun, Kak Tanya hanya tertawa kecil melihat tingkah laku absurd sohibnya itu. Kafe dan skripsi membuat Bang Beta jarang bermain Scrable denganku. Dan aku. Aku sibuk dengan ikan peninggalan bersejarah dari sahabat penaku, Loreng di Sulawesi. Sesekali, aku memberinya hiburan musik klasik. Vivaldi Winter mvt 1 Allegro non molto, 3 kali seminggu menjadi hiburan wajib bagi kami.
            Menjadi dosen senior tidak segampang yang aku kira, dibalik raut wajah Bapak yang setiap pulang kerja tak pernah kusut, berhasil membuat kami sukses pindah rumah 2 kali dalam setahun. Bapak terkenal pandai dalam hal Sastra.
“Aku bukan siapa-siapa bagimu... Oh.. Kasih.. Siapa gerangan aku? Kasih....”, kembali alarm Bang Beta berhasil membuatku bangun dan menjitak jidatnya. Walaupun kamar kami dipisahkan oleh tembok bata, lagu pengingat alarm itu bagai suara 8 semi laki-laki. Kulipat kembali selimut yang menemaniku sepanjang malam melawan dingin. Kurapikan semua yang pernah kujajah. Dan turun ke bawah melewati daerah kekuasaan Bang Alfa. Aku, Bang Alfa dan Bang Beta tidur di lantai yang sama. Sedang Bapak dan Emak, memilih lantai pertama untuk dijadikan kerajaan mereka berdua.
Aku kembali teringat, menjelajahi masa laluku. Kembali membuka lembar usang yang telah lama kusimpan rapat-rapat dalam kotak musang besi. Lembar demi lembar kususun kembali dan menemukan sesuatu yang pantas untuk dihina dan ditertawakan.

 -bersambung...
  
PS : since i know it was you. i become happier than before.

NB : ba. 


Wassalamu'alaikum Wr. Wb